Jump to content

Wn/id/Tanggapan Ketua DPR, Komisi X dan Ombudsman Soal Penggantian UN

From Wikimedia Incubator
< Wn | id
Wn > id > Tanggapan Ketua DPR, Komisi X dan Ombudsman Soal Penggantian UN

13 Desember 2019

Para siswa dan siswi sedang melaksanakan Ujian Nasional

Rencana penggantian sistem Ujian Nasional (UN) pada 2021 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menuai banyak tanggapan mulai dari Ketua DPR RI, Komis X DPR hingga Ombudsman.

Meski Mendikbud sudah meluncurkan program "Merdeka Balajar" di Jakarta, Rabu (11/12/2019) yang didalamnya terdapat point kebijakan penggantian sistem UN, namun banyak tanggapan maupun masukan dari beberapa pejabat.

Ketua DPR RI

[edit | edit source]
Ketua DPR RI, Puan Maharani

Selain Wakil Presiden ke-10 dan 12 Jusuf Kalla, Ketua DPR RI Puan Maharani juga angkat bicara.

Dilansir dari berita sebelumnya, Puan meminta Mendikbud untuk tidak buru-buru dalam menerapkan ujian pengganti UN.

"Jalan terburu-buru. Kita lihat dan jangan sampai merugikan siswa dan orangtuanya," ujar Puan di DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12/2019).

Puan berharap, sebelum mengganti sistem UN, Nadiem melakukan kajian mendalam termasuk sosialisasi ujian pengganti UN kepada publik.

Disamping itu, Puan juga mendorong Nadiem untuk memperhatikan peningkatan kualitas para guru.

"Yang pasti kualitas guru juga harus ditingkatkan," kata dia.

Perlu diketahui, dalam peluncuran program " Merdeka Belajar" itu Nadiem menggagas asesmen kompetensi minimum dan survei karakter sebagai pengganti UN pada 2021.

Saat menghadiri rapat kerja Komisi X DPR, Kamis (12/12/2019), Nadiem Makarim juga telah memaparkan empat point program "Merdeka Belajar".

Nadiem juga mengatakan asesmen kompetensi minimum itu diukur melalui kemampuan literasi dan numerasi yang merupakan kompetensi dasar wajib dimiliki tiap individu.

Anggota Komisi X DPR

[edit | edit source]

Hanya saja, ada beberapa masukan dari anggota Komisi X DPR dari F-PDIP Andreas Hugo Pariera yang meminta mendikbud untuk mempersiapkan infrastruktur pendidikan dan tenaga pendidik.

"Sebelum kita bicara metode evaluasi berbasis asesmen kompetensi minimum ini, Kemdikbud wajib mempersiapkan para tenaga pendidik dan infrastruktur pendidikan, seperti sekolah dan komponen peralatan pendidikan yang sesuai bidang studi para peserta didik," kata Andreas, Kamis (12/12/2019).

Andreas berharap, metode belajar yang digagas Nadiem hendaknya dapat disosialisasikan secara maksimal.

"Metode evaluasi proses belajar baru ini tentu harus dijelaskan lebih detail terutama menyangkut proses dan implementasinya," ujar dia.

"Jadi tetap ada pola dan standarisasi yang menjadi acuan bagi lembaga pendidikan dan para guru yang menjadi ujung tombak proses pendidikan Indonesia," imbuh Andreas.

Anggota Ombudsman

[edit | edit source]

Masukan lain datang dari anggota Ombudsman RI, Ahmad Suadi. Usai menghadiri sebuah diskusi di kawasan Jakarta Selatan, Kamis (12/12/2019), Suadi menyatakan, penghapusan UN berdampak baik pada hilangnya standar tunggal kelulusan siswa.

Tapi, jika nanti kebijakan itu direalisasikan, standar siswa untuk naik dari satu jenjang ke jenjang lebih tinggi tidak boleh dihilangkan.

"Sebenarnya itu cukup dapat dukungan dari pemerhati pendidikan, tapi kan tetap harus ada standar yang membuat mereka menjadi bisa naik dari tahun ke tahun. Mungkin (UN dihapus) yang tidak ada adalah standar tunggal itu saya setuju," jelas Suadi.

Sumber

[edit | edit source]
Berita yang berasal dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, atau surat kabar dari Indonesia ini bukan merupakan pelanggaran hak cipta karena Undang-Undang Republik Indonesia nomor 19 tahun 2002 pasal 14 huruf c menyebutkan bahwa : "Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta: Pengambilan berita aktual baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita, Lembaga Penyiaran, dan surat kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan sumbernya harus disebutkan secara lengkap."